ketika sepotong episode yang lalu hampir usai, tak usah menghampiri tangis, apalagi meratapi. mereka -tawa, tangis, duka dan suka- akan silih berganti menyapa iman. mengelompok mengatur alur peradaban masing-masing. tinggal persiapkan saja perbekalan di bahu kita. apakah ada penguat ketika terjatuh? apakah ada pelembut ketika kerasnya kenyataan menyungging? apakah ada penegas ketika keegoisan orang lain mempermainkan sensitivitas? tapi sebelum memiliki perbekalan itu, sudah sanggupkah kita menahan? menahan? menahan ketika ditempa???
apalagi, ketika luka yang belum menutup mulai dikoyak kembali. sengatannya sampai menohok ulu hati. ya, amat sakit. sakit sekali!!! tempaan yang datang terlalu mengada-ada. oksigen pun tersedot habis dilumpuhkan kegeramahan yang bertubi-tubi menyapa tapi kusembunyikan!!!
di sini, ya, di sini, di bagian ini, telah cukup menanggung kemakluman sikap dan sifat yang nyatanya tak kunjung nampak mengerut. bila saja tau bagaimana rasanya dilelehkan dalam kecacatan pikir, cukup kedua tanganku kuangkat. aku menyerah. aku menyerah. aku menyerah...
sekali lagi kukatakan, sudah cukup memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi. walau begitu saja terus berjalan. dan aku sudah teramat letih. hingga tidak ada lagi biasan.
kini.... biarkan saja tetap bergerak. berlari. hingga keletihan bukan lagi tempat berteduh ketika telah tak sanggup berdiri. tapi keletihan akan menemukan tempatnya sendiri untuk berkata dan bergumam, TIDAK.
dan memang.. hanya DIA tempat sebaik-baiknya tempat tersenyum tanpa dusta. hanya DIA satu-satunya zat yang begitu luar biasa dapat menguatkan jiwa yang kosong. dan hanya DIA yang Maha Mengetahui tiap episode apa lagi yang akan dilewati nanti...
apalagi, ketika luka yang belum menutup mulai dikoyak kembali. sengatannya sampai menohok ulu hati. ya, amat sakit. sakit sekali!!! tempaan yang datang terlalu mengada-ada. oksigen pun tersedot habis dilumpuhkan kegeramahan yang bertubi-tubi menyapa tapi kusembunyikan!!!
di sini, ya, di sini, di bagian ini, telah cukup menanggung kemakluman sikap dan sifat yang nyatanya tak kunjung nampak mengerut. bila saja tau bagaimana rasanya dilelehkan dalam kecacatan pikir, cukup kedua tanganku kuangkat. aku menyerah. aku menyerah. aku menyerah...
sekali lagi kukatakan, sudah cukup memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi memaklumi. walau begitu saja terus berjalan. dan aku sudah teramat letih. hingga tidak ada lagi biasan.
kini.... biarkan saja tetap bergerak. berlari. hingga keletihan bukan lagi tempat berteduh ketika telah tak sanggup berdiri. tapi keletihan akan menemukan tempatnya sendiri untuk berkata dan bergumam, TIDAK.
dan memang.. hanya DIA tempat sebaik-baiknya tempat tersenyum tanpa dusta. hanya DIA satu-satunya zat yang begitu luar biasa dapat menguatkan jiwa yang kosong. dan hanya DIA yang Maha Mengetahui tiap episode apa lagi yang akan dilewati nanti...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar